Bukit Bintang Kuala Lumpur

Ketika merencanakan perjalanan ke Kuala Lumpur, yang saya lakukan pertama kali adalah search top 5 tempat-tempat paling yang paling banyak dikunjungi di google. Yang teratas adalah Bukit Bintang. Dibanding membaca laporan media yang bombastis dan penuh promosi, saya lebih mempercayai blog pribadi. Meski biasanya ada perbedaan, tapi untuk Bukit Bintang ini kebanyakan berpendapat sama, yaitu tempat tujuan wisatawan yang disejajarkan dengan Orchard dan Malioboro. 


bukit bintang kuala lumpur

Tadinya saya mengkerutkan kening karena Orchard dan Malioboro sangatlah jauh berbeda. Trotoar Orchard sangat lapang, sedangkan trotoar Malioboro dipersempit oleh pedagang kaki lima dan parkir sepeda motor. Orchard dipenuhi mal dan merk internasional, sedangkan Malioboro dipenuhi kerajinan dan produk  seni. Entah bagaimana Bukit Bintang bisa sama dengan keduanya. Bukit Bintang juga digambarkan ramai dengan pemusik atau seniman jalanan. Baiklah, kalau begitu saya harus menginap disana.

Bukit Bintang itu sebenarnya nama jalan. Tapi karena namanya yang sudah terkenal di kalangan pelancong, maka jika menyebut Bukit Bintang berarti seluruh kawasan sampai Jl Alor, Low Yat Plaza dan Pavillion. Banyak hotel yang sebenarnya tidak berada persis di Jl Bukit Bintang, tapi menuliskannya di alamat mereka agar calon pelancong memiliki gambaran seberapa dekat dengan Jl Bukit Bintang.

bukit bintang street kuala lumpur

Kenyataannya bagaimana? Memang benar, Jl Bukit Bintang sangat ramai dengan pelancong. Makanan tak halal mudah ditemui disini tapi mereka terang-terangan menulis menu "pork" di spanduknya. Jadi yang muslim wajib cermat membaca. Masakan India sudah jelas halal, tapi kebanyakan spicy, berat dan bersantan.

Di malam hari, club-club malam mulai hidup ditandai dengan dentuman live music. Jika tak pandai memilih hotel, selamat berjaga hingga dini hari. Begitu pula dengan kehidupan malam lain yang tak pantas untuk wisata keluarga.


alor street kuala lumpur

Saya masih bisa bersyukur karena memilih hotel di Jl Bulan yang relatif tenang, cocok untuk keluarga dan dekat dengan monorail. Meski tadinya merasa kurang puas karena tidak berhasil booking hotel di Jl Bukit Bintang, tapi ternyata itu adalah berkah tersembunyi.
 
Yang saya juga heran adalah banyak blog yang menyarankan untuk makan di Alor Street di malam hari tanpa memberi rekomendasi resto mana yang halal karena yang non halal sangat banyak, padahal sepertinya pemilik blog seorang muslim. Saya hanya sempat membeli es krim Turki saja, yang penjualnya sangat menghibur dan sempat mengakrobatkan es krimnya.

Menyeberang perempatan ke arah Pavillion, adalah deretan toko merk asing dan mal. Paling ujung adalah H&M, disusul merk-merk dunia ternama lainnya. Sangat kontras dengan deretan sebelum perempatan. Seperti antara kawasan budget dengan elite. Meski yang dijual adalah merk-merk ternama yang sudah pasti mahal-mahal, tapi semua toko riuh dengan pengunjung. Ya, ternyata banyak sekali orang kaya. Pengunjung dari Indonesia tampak mencolok menenteng tas-tas belanjaan berstempel merk-merk terkenal. Semoga bukan hasil korupsi, ya. Di kawasan ini juga banyak hotel tapi agak jauh dengan monorail. Tempat nongkrong juga banyak dengan harga makanan dan minuman menyesuaikan tempatnya, tentu saja.

Maaf, saya tidak bermaksud menyinggung siapapun. Saya hanya ingin bercerita apa adanya. 

Sudah larut malam. Saya akan lanjutkan cerita saya tentang KL di postingan berikutnya.

Post a Comment

0 Comments