Survive di Jalan Antar Lintas Sumatra


Banyak yang menganggap orang memilih jalan darat melintasi Sumatra karena ingin mengirit. Tapi jika perjalanannya ala saya, kelihatannya habisnya sama saja, karena saya cukup pilih-pilih dengan akomodasi. Maklumlah bawa anak-anak. Namun demikian, jalan darat memberikan nilai lebih yang tidak ditemui jika naik pesawat, yaitu banyak cerita.

Masih cerita mudik via darat kemarin, ternyata efeknya sangat terasa, yaitu cerita saya yang tidak habis-habis. Jadi ikuti terus ya, meskipun
antar artikel tidak nyambung, mana yang teringat duluan saja.
Perbedaan terjelas dari jalan-jalan di Jawa dan Sumatra tentunya kepadatan, selain juga jenis kendaraan. Di Jawa, jalan antar propinsi nyaris selalu ramai selama 24 jam. Sementara jalan antar propinsi di Sumatra kebanyakan ramai di siang hari saja, itupun didominasi dengan truk-truk besar pengangkut, kayu, kelapa sawit, batubara dan minyak mentah. Untuk itu mulailah perjalanan sepagi mungkin dan akhiri perjalanan dimalam hari dan menginaplah jika belum sampai ke tujuan. Ini juga perlu perhatian, tidak semua kecamatan ada hotel. Perkirakan anda sampai dikota besar yang ada hotelnya tidak terlalu malam. Jangankan antar kecamatan, antar desa-pun jaraknya di Sumatra sangat jauh, bisa tiga atau empat kali di Jawa.

Truk-truk sering berjalan beriringan sehingga menyulitkan untuk menyalip. Mereka berjalan beriringan agar bisa saling menolong jika terjadi kerusakan dijalan. Jalanan Sumatra masih didominasi hutan yang panjang, tidak ada rumah dan bengkel. Kabarnya sih untuk keamanan juga karena banyak bajing loncat, meski saya belum pernah mendengar ceritanya langsung.

Oleh karena itu pula kita harus selalu menyiapkan tambang didalam mobil, selain emergency light dan peralatan perbaikan mobil standard. Jika terjadi kerusakan, kita bisa minta tolong kendaraan lain yang lewat untuk menarik mobil kita sampai ke kota kecamatan terdekat. Ini juga beresiko karena tidak tahu apakah mobil yang menolong kita adalah orang baik-baik. Tapi resiko itu lebih kecil dibandingkan berlama-lama mencoba memperbaiki sendiri. Karena kota kecamatan berikutnya bisa saja masih sangat jauh dan melewati hutan, tidak seperti di Jawa. Jika kemalaman, akan berbahaya karena perlengkapan mobil yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya akan menyulitkan pengendara lain.

Jika terjadi sesuatu dijalan, menelpon bengkel atau polisi juga akan menghadapi banyak kendala, terutama jarak dan sinyal. Jarak yang jauh dari kota menyebabkan bantuan akan lama sekali datang. Untuk handphone, sebaiknya siapkan alternatif nomor handphone dari provider lain.
Saya suka mengamati mobil-mobil dengan plat Sumatra. Karena pasti mereka telah sering melewati jalur ini dan paling tahu bagaimana caranya survive melintasi Sumatra dengan aman dan menyenangkan.

Yang tampak paling beda dengan saya adalah bawaan. Bawaan mereka sangat banyak, baju bertas-tas, tikar atau karpet dan termos besar. Saya tidak biasa dengan jalan darat yang lama, jadi bawaan saya sangat praktis. Pikir saya, daripada menuh-menuhin kabin yang bisa digunakan untuk selonjor, mendingan beli saja semua makanan dan minuman, kalau perlu baju selama perjalanan. Ternyata orang Sumatra berpikiran lain.

Mereka menghindari koper dan lebih memilih tas kanvas atau kain, karena koper yang keras tidak bisa ditekan supaya muat tas lebih banyak. Mengapa membawa tas begitu banyak? Karena di tiap pom bensin yang bersih, mereka mandi. Satu mobil, anak, ibu-ibu, bapak-bapak, nenek-nenek, semua mandi. Jarak pom bensin satu dengan lainnya di Sumatra juga masih sangat jauh dan tidak selalu bersih, apalagi ada mesjidnya besar-besar seperti di Jawa. Jadi pengguna jalan tidak bisa sering-sering mampir pom bensin untuk pipis atau sekedar istirahat. Begitu ketemu pom bensin yang bersih, mereka langsung bongkar muatan dan mandi untuk menyegarkan diri setelah perjalanan yang sangat jauh itu. Maka dari itu mereka perlu persediaan baju yang cukup selama perjalanan.

Sambil menunggu giliran mandi, tikar atau karpet digelar dan merekapun berselonjoran atau tiduran untuk melepas lelah setelah berjam-jam duduk. Lalu yang paling membuat tersenyum haru adalah ketika mereka membuka bekal nasi dan memakannya beramai-ramai dengan lahap dan akrab. Mereka juga membuat minuman hangat untuk menyegarkan tubuh. Saya juga membawa termos kecil yang isinya habis hanya dalam beberapa jam saja. Saya sendiri hanya makan roti sambil bersabar menuju kota berikutnya untuk makan di restoran.

Sebenarnya saya juga membawa nasi bungkus, tapi karena kurang persiapan dan perasaan malas ala orang kota, anak-anak memakannya didalam mobil sambil terus berjalan. Akibatnya salah satu dari mereka-pun pusing dan pengin muntah. Untungnya tidak jadi, tapi terpaksa terus mengurutnya sepanjang jalan.

Jadi intinya, di jalan darat yang sepi, panjang dan melelahkan melintasi Sumatra itu, yang penting adalah enjoy. Keluarga-keluarga Sumatra tadi sudah mencontohkan bagaimana caranya enjoy ditengah keterbatasan, sementara saya terlalu fokus pada perjalanannya, sehingga yang terasa adalah capek dan stress karena tidak sampai-sampai. Dan tentusaja keamanan yang utama.

Nikmati perjalanan anda, jangan biarkan berlalu begitu saja tanpa kesan. Dadaaa…..

Post a Comment

0 Comments