Menikmati Hidup Di Kota Besar?

Masih terbawa pemandangan desak-desakkan antrian pembagian daging qurban di TV, saya teringat beberapa pembicaraan ringan dengan teman-teman saya di Jakarta. Dibenua manapun didunia, kota besar selalu menarik perhatian orang untuk datang. Alasan orang datang ke kota besar pada awalnya dilandasi dengan kemudahan mencari nafkah. Namun adapula yang secara tak sengaja mendapat mutasi pekerjaan kekota besar atau bermaksud menimba ilmu.

Seorang teman pernah bercerita tentang bagaimana mudahnya mencari penghasilan di Jakarta. Syaratnya hanya mau bekerja keras dan tidak pilih-pilih. Peluang, kata teman saya tersebut, tidak perlu dicari-cari karena ada dimana saja. Tinggal mau atau tidak. Tidak pilih-pilih dalam artian tidak memilih menunggu mendapat pekerjaan dari suatu perusahaan atau pemerintah. Bahkan katanya, bekerja diperusahaan tidak memberinya kesempatan untuk banyak berkembang. Wiraswasta justru bisa menjadi andalan. Namun demikian banyak yang akhirnya memilih jalan tengah karena ragu untuk sepenuhnya menjadi wiraswasta, yaitu menjadi karyawan suatu perusahaan tapi juga memiliki usaha sendiri atau menanamkan modal dalam suatu usaha. Benarkah demikian? Tidak tahu juga.

Yang jelas, dunia selalu memiliki dua sisi. Kesuksesan tidak bisa diraih semua orang. Tetap saja ada yang gagal menangkap peluang. Entah karena kalah bersaing, salah perhitungan, atau bahkan menjadi korban penipuan. Dikota besar, bisnis dikenal sangat kejam. Sisi menarik lainnya adalah glamournya bekerja digedung-gedung jangkung. Kantor-kantor mewah, yang untuk naik ke lantai atas harus berganti lift saking tingginya, membuat keder orang-orang yang tidak biasa. Belum lagi pintu-pintu otomatis dan fasilitas pendukung lainnya yang serba modern. Saya pernah menemui beberapa klien dikantor-kantor mewah di Jakarta. Meskipun saya dari kota kecil, untungnya saya memiliki percaya diri yang lumayan dan sabar memperhatikan fasilitas yang hendak digunakan. Oh ya, tentunya para karyawan berbaju rapi, cantik dan ganteng.

Namun walaupun kita sering merasa iri dengan mereka yang bekerja ditengah kota besar, digedung-gedung jangkung, sebenarnya teman-teman saya yang bekerja disana juga banyak mengeluh. Biaya keseharian yang teramat tinggi membuat mereka merasa diperas. Meski bekerja di gedung jangkung, tidak semua mampu membeli makan siang didalam gedung tersebut. Sebagian besar harus membawa bekal dari rumah atau membeli di warung-warung diluar gedung.

Jakarta memberikan tempat hiburan dan wahana buatan yang modern yang tidak ada ditempat lain di Indonesia. Namun tentu saja tidak gratis. Demikian pula mal-mal megah yang tersebar menyediakan berbagai keperluan murah sampai mewah tidak terbatas, tergantung kantung anda. Mal juga menyediakan wahana bermain yang lengkap bagi anak-anak, salon, fitness, dan sebagainya dengan tarif mal alias mahal. Tinggal anda putuskan saja, apakah anda termasuk yang mengeduk keuntungan dari sana, atau anda hanya akan mengkonsumsinya karena sudah memiliki penghasilan yang cukup ditempat lain.

Hal penting lain yang coba diraih manusia adalah kualitas hidup. Ada yang menilai kualitas hidup dari tersedianya fasilitas lengkap. Ada yang menilai kualitas hidup dari kemudahan mengakses fasilitas tersebut. Di Jakarta, semua fasilitas penunjang hidup tersedia, seperti rumah sakit, sekolah atau gelanggang olahraga tidak jauh dari pemukiman maupun perkantoran. Namun dalam situasi darurat, berapa menit yang anda butuhkan untuk mencapai rumah sakit ditengah kemacetan Jakarta? Berapa persen anak-anak usia sekolah yang bisa masuk ke sekolah-sekolah bagus? Berapa kali seminggu anda bisa jogging gratis di stadion, bukannya di fitness centre yang harus membayar biaya membership yang mahal?

Keluhan utama yang kita dengar sehari-hari dari teman-teman di Jakarta adalah transportasi. Perbandingannya, biaya transportasi dari pinggir Jakarta ke tengah kota setiap hari dengan angkutan seadanya, sama dengan biaya bensin selama 3 hari di Pekanbaru untuk bepergian ke beberapa tempat menggunakan mobil pribadi. Idealnya, jika pemukiman diarahkan keluar pusat kota, maka transportasi harus murah, massal dan nyaman. Jika pemukiman juga dikembangkan didalam kota, warga harus mau tinggal di flat atau apartemen. Orang Indonesia tidak terbiasa tinggal di apartemen atau flat, sementara pemerintah juga tidak mampu menyediakan angkutan massal yang memadai. Maka terjadilah penghamburan waktu dan uang untuk mencapai tempat-tempat megah itu.

Lalu bagaimana menikmati hidup dikota besar seperti itu? Sejujurnya saya tidak tahu karena saya ke Jakarta hanya sebentar-sebentar saja untuk keperluan pekerjaan dan liburan. Tapi sebenarnya, dalam pandangan sepintas saja, banyak yang bisa dinikmati. Bagi kebanyakan teman yang terkurung ditempat kerja dari pagi hingga malam, bisa memanfaatkan jejaring sosial lebih dari sekedar guyon, curhat atau ngomel-ngomel tidak jelas. Anda bisa membuat page bersama teman-teman anda sesuai dengan hobi misalnya page tentang buku, traveling, agama, film, dan sebagainya. Sempatkan sesekali waktu untuk keluar kantor lebih awal dan berkumpul bersama teman-teman selain rekan kerja alias kopdar alias kopi darat. Mengobrol tidak harus di café-café, tapi bisa juga diruang publik lainnya, pusat-pusat diskusi, atau perpustakaan. Atau bisa juga nongkrong diruang public lainnya, yang mungkin anda lebih tahu.

Dihari libur, anda bisa memanfaatkan yang ada disekitar rumah. Anda bisa jogging dilapangan dekat rumah, bisa berlama-lama di taman, bisa ke pengajian sekali-kali atau ke situ/danau. Taukah anda, mengajak anak-anak menghitung jumlah gerbong kereta api yang lewat disore hari bisa juga mengasyikkan? Mengajak keluarga melihat festival-festival seni akan banyak manfaatnya juga. Jadikan mal hanya tempat untuk belanja kebutuhan tertentu dan makan sekali-kali. Jangan jadikan tujuan utama dikala libur. Karena selain boros, anda yang setiap hari merasa kehabisan waktu, tidak akan sempat lagi melihat-lihat sisi lain kota anda yang mungkin saja jauh lebih menarik. Tentu saja tidur bisa menjadi pilihan. Tapi tidakkah anda merasa seperti mesin otomatis? Senin-Kamis kerja! Jumat-Minggu tidur! Tahu-tahu anda sudah tua dan pensiun.

Untuk anda yang bekerja di level manajer keatas tentunya bebas memilih hiburan dimanapun anda suka. Tapi bijaksanalah! Masa keemasan tidak berlangsung selamanya. Hati-hati memanfaatkan uang anda.

Post a Comment

0 Comments